Akankah Perang Dagang AS-China Mencair

Setelah bara perang dagang kembali membakar hubungan antara dua raksasa ekonomi dunia, China dan Amerika Serikat (AS) akhirnya duduk bersama dalam pertemuan tatap muka pertama sejak tensi meningkat. Sabtu (10/5/2025) menjadi hari krusial ketika Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan kepala negosiator perdagangan Jamieson Greer bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng, di Swiss. Pertemuan ini menjadi secercah harapan di tengah kekhawatiran global akan dampak berkepanjangan dari konflik dagang yang merugikan kedua belah pihak. Namun, akankah pertemuan ini benar-benar mampu menjembatani jurang perbedaan yang semakin dalam?
Upaya Mendinginkan Ketegangan yang Merugikan
Pertemuan di Swiss ini jelas merupakan sebuah ikhtiar untuk mencari solusi atas situasi yang oleh para analis digambarkan sebagai “lose-lose situation” bagi AS dan China. Meskipun demikian, belum ada kejelasan pasti mengenai bentuk kesepakatan konkret yang ingin dicapai oleh masing-masing negara. Tujuan utama saat ini tampaknya lebih terfokus pada penjajakan kemungkinan dialog lanjutan dan penentuan agenda pembicaraan yang lebih spesifik.
Jurang Perbedaan Semakin Melebar
Sayangnya, optimisme terhadap hasil pertemuan kali ini terbilang rendah. Para analis menilai bahwa kedua negara saat ini berada pada posisi yang jauh lebih sulit untuk mencapai kata sepakat dibandingkan masa-masa awal perang dagang di bawah kepemimpinan Presiden Trump. Bahkan, risiko perpecahan hubungan ekonomi yang lebih besar pun mengintai. Hasil dari pertemuan di Swiss ini diprediksi jauh dari harapan terwujudnya terobosan signifikan.
Isu Non-Perdagangan Semakin Mempersulit Negosiasi
Bukan hanya tarif impor dua arah yang kini telah melampaui angka 100% yang menjadi batu sandungan utama dalam perundingan akhir pekan ini. Sejumlah isu non-perdagangan yang sensitif, seperti masalah peredaran fentanyl, pembatasan teknologi, hingga isu geopolitik yang kompleks seperti perang di Ukraina, diperkirakan akan semakin mempersulit upaya resolusi konflik perdagangan yang telah mengguncang stabilitas ekonomi global. Bahkan, sebagai indikasi betapa signifikannya pengaruh isu non-tarif dalam perundingan ini, China dilaporkan mengirimkan seorang pejabat tinggi keamanan publik dalam delegasi mereka.
Sekadar Menjajaki Proses Lanjutan
Scott Kennedy, seorang pakar urusan bisnis China dari Center for Strategic and International Studies di Washington, memberikan pandangannya yang realistis. “Mereka tidak akan menyelesaikan apapun akhir pekan ini, selain mencoba menentukan apakah ada proses lanjutan dan apa saja agenda pembahasannya,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari Reuters pada Sabtu (10/5/2025). Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa pertemuan kali ini lebih bersifat penjajakan awal ketimbang upaya mencapai kesepakatan final.
Sinyal Penurunan Tarif dari Trump
Di tengah pesimisme yang menyelimuti, pasar keuangan saat ini berharap pada skenario terbaik, yaitu tercapainya kesepakatan untuk menurunkan tarif yang saat ini dianggap sebagai “embargo dagang” (lebih dari 100%) ke level yang lebih moderat, yang masih memungkinkan perdagangan dua arah untuk tetap berjalan meskipun dengan biaya yang lebih tinggi.
Presiden Trump, yang baru saja mengumumkan rincian kesepakatan dagang baru dengan Inggris, memberikan sinyal bahwa tarif hukuman AS terhadap produk-produk China yang saat ini mencapai level 145% kemungkinan akan diturunkan. Bahkan, pada hari Jumat, Trump untuk pertama kalinya menyebutkan angka alternatif melalui platform media sosialnya, yaitu 80%, yang menurutnya “terasa pas.”
Tanggapan Dingin dari Beijing Diperkirakan
Meskipun demikian, angka 80% tersebut masih 20 poin lebih tinggi dari janji kampanyenya pada tahun lalu. Belum jelas bagaimana delegasi China akan merespons jika angka tersebut diajukan secara resmi dalam pembicaraan di Swiss. Ryan Hass, Direktur China Center di Brookings Institution, memprediksi bahwa Beijing akan bersikeras untuk mendapatkan pembebasan tarif selama 90 hari, seperti yang telah diberikan kepada negara-negara lain, sebagai langkah untuk menciptakan suasana negosiasi yang lebih kondusif. Hass juga menambahkan bahwa keputusan besar tampaknya tidak akan terjadi dalam pertemuan kali ini. Ia menekankan bahwa “Karena keputusan AS untuk menaikkan tarif dibuat secara sepihak, keputusan untuk menurunkannya juga bisa dilakukan secara sepihak.”
Post Comment